Brain Drain

Brain Drain

╔•🌹•═══════❁﷽❁══════•🌹•╗
                           INDRA TRILIANDRI
╚•🌹•═════════════════•🌹•╗


Brain Drain adalah sebuah slogan yang menggambarkan emigrasi skala besar dari penduduk terdidik/professional di suatu negara (merriam-webster.com, 2019). Umumnya, mereka melakukan emigrasi untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Khususnya di negara-negara maju yang lebih menghargai talenta mereka secara finansial.

Pada era globalisasi, dikenal istilah brain drain yaitu aksi oleh Sumber Daya Manusia berkualitas yang memilih untuk meniti karir di negara lain dibandingkan negaranya sendiri. Istilah tersebut pertama kali dikemukakan oleh British Royal Society pada tahun 1950-1960. Brain drain memiliki arus migrasi yaitu dari negara berkembang ke negara maju.

Munculnya istilah Brain Drain pada abad ke-19, diawali oleh penelitian British Royal Society pada negara Amerika dan luar Amerika. Pada penelitian tersebut, didapati Amerika meraih keuntungan karena banyaknya tenaga kerja ahli dari negara lain yang bekerja di negara Paman Sam tersebut. Sedangkan pada beberapa negara, terutama negara di Benua Afrika harus mengeluarkan bahkan meminjam banyak uang ke negara lain untuk membayar tenaga ahli asing. Pelaku Brain Drain didominasi oleh dokter, profesor dan para pakar.

Di dalam fenomena Brain Drain dikenal banyak istilah asing, misalnya Brain Gain.Istilah Brain Gain diartikan sebagai daerah tujuan para pelaku Brain Drain. Kemudian, ada juga Brain Bank yaitu keadaan dimana negara membebaskan bangsanya untuk bekerja di negara lain dengan harapan dapat mensejahterakan keluarga yang ditinggalkannya. Selain kedua hal tersebut, terdapat Brain in the Drain. Meskipun memiliki nama yang hampir sama, Brain in the Drain memiliki makna yang berbeda dengan Brain Drain. Brain in the Drain adalah aksi oleh Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas yang memilih untuk berkarya di negaranya sendiri.

Mengapa bisa demikian? Negara-negara maju memiliki perekonomian yang padat modal. Padat modal disini tidak hanya financial capital intensive. Tapi juga human capital intensive. Perusahaan-perusahaan mereka bersaing sengit untuk mendapatkan the most brilliant mind for the business. Mulai dengan tinggi-tinggian gaji pokok sampai menawarkan jaminan hidup yang menyeluruh.

Melihat penjelasan di atas, kita bisa mengetahui mengapa Indonesia mengalami Brain Drain. Indonesia mengalami penyakit ini karena kerangka kerja perekonomiannya belum capital-intensive. Ia belum memberikan ruang yang cukup bagi individu terdidik untuk memaksimalkan talenta mereka. Khususnya, memaksimalkan talenta mereka untuk keuntungan ekonomi pribadi.

"Isn't your research marvelous? Isn't your inventive genius terrific? And I say, aren't your profits good?" Tandas Margaret Thatcher saat membuka suatu pameran teknologi. Pernyataan ini menekankan suatu hal yang selama ini banyak kita lupakan. Percuma saja suatu negara mempunyai sosok-sosok inovatif dan terdidik, kalau mereka tidak mampu memeroleh keuntungan dari inovasi tersebut.

Maka dari itu, perekonomian Indonesia harus segera berbenah. Perekonomian kita perlu menyesuaikan diri untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi para inovator. Ini perlu dilakukan, agar manusia-manusia Indonesia yang inovatif bisa bertumbuh di negaranya sendiri. Tidak lagi diambil oleh negara-negara lain dan menciptakan Brain Drain.


Negeri Besar,22 Juni 2020

               Dto

INDRA TRILIANDRI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 alasan mengapa indonesia membutuhkan seorang pemuda

ASUS VivoBook